Minggu, 17 Desember 2017

Petunjuk Nabi dalam Mengobati diri Sendiri

Di antara petunjuk yang diajarkan oleh Nabi adalah bahwa beliau biasa melakukan pengobatan untuk diri sendiri dan juga memerintahkan orang lain yang terkena penyakit baik itu keluarga atau para sahabat beliau untuk melakukan pengobatan sendiri. Namun beliau dan para sahabatnya tidak memiliki kebiasaan menggunakan obat-obatan kimia yang disebut Eqrobadjin. Kebanyakan obat-obatan yang mereka gunakan adalah makanan sehat non kimiawi.

Terkadang makanan sehat itu mereka campurkan zat lain sebagai pengimulsi ata sekadar untuk menghilangkan bentuk asalnya saja. Obat-obatan berupa makanan sehat itu adalah jenis obat yang biasa digunakan oleh berbagai etnis di berbagai negara, baik itu bangsa Arab, Turki atau kalanagn kaum badui dan yang lainnya secara keseluruhan. Hanya bangsa Romawi dan Yunani yang gemar menggunakan obat-obatan kimia. Sementara orang-orang india juga lebih banyak menggunakan obat-obatan berupa makanan sehat (homopetik atau non-kimiawi).

Kalangan medis sepakat bahwa selama penggunaan makanan sehat sudah cukup digunakan dalam pengobatan, tidak oerlu menggunakan obat. Selama bisa menggunakan obat-obatan sederhana, tidak perlu menggunakan obat-obatan kimia. Mereka menegaskan, “Setiap penyakit yang bisa diatasi dengan makanan sehat dan pencegahan, tidak memerlukan obat-obatan.” Mereka juga menegaskan, “Seorang dokter juga tidak boleh ketagihan menggunakan obat. karena apabila obat itu tidak menemukan penyakit yang sesuai dalam tubuh, atau menemukannya tetapi dosis dan penggunaan obat itu tidak sesuai, justru akan mengganggu dan merusak kesehataan tubuh."

Para pakar kedokteran justru lebih sering berobat dengan menggunakan makanan sehat. Mereka masuk dalam salah satu dari tiga golongan ahli medis yang ada.

Cara Mengobati Diri Sendiri
Solusinya sebagai berikut :

bahwa pada dasarnya obat-obatan itu juga makanan. Bangsa atau komunitas masyarakat yang membiasakan diri mengonsumsi makanan-makanan sehat, akan jarang terserang penyakit. Pengobatannya pun cukup dengan makanan sehat. Sementara penduduk perkotaan kebanyakan makanan yang mereka konsumsi adalah makanan variatif atau kompositif. Sehingga obat yang harus mereka konsumsi juga obat-obatan kimia. Karena penyakit yang mereka derita pada umumnya juga mengandung komplikasi. Sehingga obat-obatan kimia lebih cocok terhadap penyakit mereka. Prnyakit yang biasa diderita orang-orang dusun da juga para sahabat Nabi adalah penyakit sederhana, sehingga obatnya cukup berupa makanan sehat. Ini merupakan bukti nyata menurut ilmu kedokteran.

Ada hal lain (dari petunjuk Rasul), yang bisa dibandingkan dengan limu kedokteran tenaga medis pada umumnya, seperti perbandingan ilmu kedokteran dengan ilmu pengobatan orang-orang awam. Hal ini sudah diakui oleh kalangan cerdik pandai dan tokoh-tokoh ilmu kedokteran yang ada. Sebagian diantara mereka manyatakan bahwa ilmu kedokteran yang mereka miliki adalah ‘analogi’. Ada juga yang berpendapat bahwa ilmu kedokteran mereka adalah eksperimen.

Ada juga berani mengatakan bahwa ilmu kedokteran mereka dalah wangsit dan prediksi yang tepat. Ada juga yang menyatakan bahwa banyak ilmi kedokteran diadopsi dari hewan ternak. Seperti yang kita lihat bahwa kucing-kucing hutan apabila sempat memakan binatang-bnatang beracun segera mendekati pelita dan menjilati minyaknya untuk mengobati dirinya. Kita juga bisa melihat ular yang baru keluar dari dalam tanah kalau pandangan matanya kabur, segera mendekati daun razyang lalu mengelebatkan matanya di depan daun tersebut. Seperti juga seekor burung yang suhu tubuhnya terlalu panassegera membenamkan diri ke air laut. Dan banyak lagi contoh lain yang disebutkan dalam dasar-dasar ilmu kedokteran.

Bagaimana mungkin semua teori ilmu kedokteran semacam itu bisa dibandinkan dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya yang menjelaskan apa yang bermanfaat dan mendatangkan bahaya. Perbandingan antara ilmu kedokteran yang mereka miliki dengan wahyu seperti perbandingan antara ilmu-ilmu yang nereka miliki dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh para nabi. Bahkan ajaran para nabi mengandung unsur pengobatan terhadap banyak penyakit yang belum bisa diungkap oleh otak para pakar ilmu kedokteran terhebat sekalipun; belum bisa dicapai oleh pengetahuan, eksperimen dan analogi mereka.

Yakni pengobatan penyakit hati dan penyakit ruhani, memperkuat ketahanan jiwa, rasa bersandar dan bertawakal kepada Allah, berpulang kepada hukum-Nya, tunduk dan pasrah di hadapan-Nya, merendahkan diri di depan-Nya, selalu bersedekah, berdoa, bertaubat, istigfar, berbuat baik kepada sesama, menolong orang susah, menghilangkan kesultan orang lain dan sebagainya. Semua bentuk pengobatan ini telah dicoba oleh berbagai bangsa dengan segala jenis agama mereka, ternyata mereka mendapat bentuk-bentuk pengobatan semacam itu memiliki pengaruh untuk kesembuahan dalam batas yang tidak oernah dicapai oleh pengetahuan medis dikalangan dokter dengan segala eksperimen dan analogi mereka.

Kami telah mencoba bentuk pengobatan ini demikian juga selain kami telah mencobanya daam banyak kasus penyakit. Ternyata ia dapat berfungsi lebih dari yang bisa dilakukan dengan obat-obatan biasa. Bahkan bila dibandingkan dengnnya, obat-obatan kimia itu tak ubahnya ramuan-ramuan obat sederhana di mata para dokter. Itu berlaku dalam tatanan hukum hikmah ilahi, tidak keluar dari tatanan hukum itu sedikitpun. Akan tetapi faktor kesembuhan itu juga bermacam-macam. Kalau hati sudah terikat dengan Rabb dari sekalian makhluk, Pencipta dari segala obat dan penyakit, Pengatur yang mengurus segala sesuatu sesuai kehendak-Nya sendiri, pasti hati tersebut memiliki berbagai macam obat yang tidak dimilikioleh hati yang jauh dan berpaling dari Allah.

Kalau ruhani kuat, maka tabiat dan jiwa manusianya juga menjadi kuat. Tabiat dan jiwa seseorang akan saling mendukung dalam mengusir dan mengatasi penyakit. Tidak mungkin dipungkiri bahwa obat yang paling mujarab itu dimiliki oleh orang yang tabiat dan jiwanya kuat, yang selalu merasa tenang dan tentram karena menjadi dekat dengan pencipta-Nya, merasa suka dan nukmat berdzikir kepada Allah, seluruh kekuatan tertuju hanya kepada Allah, selalu memohonpertolongan dan bertawakan kepada Allah.

Kekuatan yang ada pada dirinya dapat menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh. Hal ini tidak akan dipungkiri kecuali oleh sebodoh-bodohnya manusia, oleh orang yang paling bebal otaknya, paling kusam jiwanya dan paling jauh dari Allah serta dari hakikatnya sebagai manusia. Pada bab selanjutnya akan kami paparkan faktor penyebab hilangnya penyakit karena sengatan binatang berbisa dengan membaca surat Al-Fatihah sebagai ruqyah, sehingga orang yang tersengat itu bisa sembuh tanpa mengerang-erang kesakitan lagi.

¹ Ilmu yang berpangkal pada penyelidikan dan eksperimen terhadap berbagai jenis penyakit,  lalu menyelidiki berbagai jenis obat-obatan sebagai penangkalnya, dengan mencampurkan satu jenis obat dengan yang lain.

Rujukan :
Kitab Zaadul Maad (Thibbun Nabawy) karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Bab Petunjuk Nabi dalam Mengobati Diri Sendiri.

Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Kamis, 14 Desember 2017

Terapi Bekam pada Pasien Diabetes Melitus

Bekam (cupping, cantuk/kop), atau dalam bahasa Arab dikenal dengan Al-Hijamah dan di Cina disebut Gua Sha. Terapi bekam merupakan salah satu terapi untuk menyembuhkan penyakit dengan cara pelepasan atau membersihkan darah statis (penyumbatan darah), angin dan senyawa toksin (racun) dalam badan. Bekam dilakukan melalui permukaan kulit dengan cara menyedot atau mengisap. Dalam prosesnya, bekam menggunakan alat yang beraneka ragam. Mulai dari gelas kaca (cawan), bambu, bahkan tanduk.

Terapi bekam dapat dilakukan bagi penderita diabetes melitus tipe 2. Bagi penderita diabetes tipe 2, pengobatan ini bisa bermanfaat untuk memperbaiki jaringan pankreas agar mampu kembali menghasilkan insulin secara normal dan memperbaiki sistem metabolisme tubuh. Terapi ini bisa dilakukan selama seminggu sekali sampai kondisi membaik, selanjutnya cukup 1 kali sebulan untuk menjaga kesehatan. Bagi penderita diabetes basah (yang sulit sembuh apabila terjadi luka), setelah berbekam harus diolesi dengan salep antibakteri, tiga kali sehari selama tiga hari berturut-turut agar mencegah terjadinya infeksi.

Titik pembekaman dilakukan dilakukan di titik sunnah Rasul dan juga di titik pencernaan, yaitu lambung, usus 12 jari , pankreas, dan usus halus serta usus besar. Tujuan pembekaman pada titik tersebut, yaitu untuk merangsang perbaikan jaringan pada organ-organ pencernaan, terutama pankreas agar kembali berfungsi normal.

Sumber : Buku Ajaibnya Terapi Herbal Tumpas Penyakit Diabetes, Penulis : Oci Yunita M, Penerbit : Dunia Sehat, Cetakan I Tahun 2012


Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :

https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC
PASAL PETUNJUK NABI ﷺ TENTANG LARANGAN BEROBAT DENGAN BARANG-BARANG HARAM

Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya dari hadits Abu Darda  bahwa Rasulullah ﷺ bersabda;

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obatnya
dan menjadikan obat untuk (setiap penyakit), namun jangan kalian
berobat dengan yang haram. ”[1]

Imam Al-Bukhari menyebutkan dalam Shahih-nya dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan kepada kalian. ”[2]

Dalam kitab Sunan dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah melarang menggunakan obat-obat yang kotor (najis menurut syara')[3]

Dalam Shahih Muslim dari Thariq bin Suwaid Al-Ja'fi, diriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi ﷺ tentang khamar, maka Nabi melarangnya atau tidak senang ia membuat minuman itu. Ia berkilah bahwa ia membuatnya untuk dijadikan obat. Rasulullah & menanggapi, "Khamr itu bukan obat, melainkan penyakit. [4]

Sementara dalam As-Sunan diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang khamr yang dicampurkan dengan obat. Beliau bersabda, “Khamr itu penyakit, bukan obat. " Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi. [5]

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Thariq bin Suwaid Al-Hadhrami bahwa ia pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya di negeri kami terdapat banyak anggur yang kami jadikan minuman (wine) kemudian kami meminumnya.” Beliau menjawab, “Jangan! " Aku kmbali mengulangi pertanyaan, lalu aku menjelaskan bahwa kami biasa memberikannya sebagai obat untuk orang sakit. Beliau bersabda, “Sesungguhnya khamr itu bukanlah obat, melainkan penyakit"[6]

Sementara dalam Sunan An-Nasa'i diceritakan, “Ada seorang dokter yang mencampurkan kodok ke dalam ramuan obatnya, sementara Rasulullah ﷺ melihatnya. Maka, beliau melarang dokter itu membunuh kodok tersebut.”[7]

Bersambung....
_______
[1] HR. Abu Dawud no. 3874 dalam Ath-Thib,  dari hadits isma'ili bin Iyasy dari Tsa'labah bin Muslim Al-Khasy'ami Asy-Syaamii dari Abu lmran Al-Anshari dari Ummu Darda' dari Abu Darda'. Semua perawinya tsiqah kecuali Tsa'labah bin Muslim. Ibnu Hibban menguatkanya. Banyak rawi yang meriwayatkan darinya. Hadits ini hasan serta mempunyai penguat dari hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang akan penulis sebutkan setelah ini.

[2] HR Al-Bukhari secara mua'llaq,  dikitab Ath-Thib. Bab Syarah al-Halwaa wa al 'Asal, dengan lafazh, “lbnu Mas'ud berkomentar tentang minuman memabukkan, 'Sesungguhnya Allah tidak menurunkan obat kepada kalian pada segala yang diharamkan atas kalian.“ Al Hafizh berkata. "Atsar tersebut diriwayatkan dalam Fawaid Ali bin Harb Ath-Tha'i dari Sufyan bin 'Uyainah dari Manshur dari Abu Waa'il,  ia berkata. “Seseorang dari kami mengadu kesakitan. orang itu biasa dipanggil dengan Khutsaim lbnu al-‘Adaa‘,   diperutnya yang biasa disebut dengan penyakit kuning. lalu disodorkan minuman memabukkan kepadanya yaitu khamr. Kemudian diutuslah seseorang menemui lbnu Mas'ud untuk bertanya kepadanya,  maka Ibnu Mas'ud menjawab dengan jawaban tersebut. Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dari Jarir dari Manshur, dan sanadnya shahih menurut syarat Al-Bukhari dan Muslim.  Diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam latah Al-Asyrabah no 130 dan Ath-Thabrani dalam AI-Kabiir dari jalan Abu Wa'il dengan lafazh semisalnya.

[3] HR. Abu Dawud no. 3870. At-Tirmidzi no. 2046, Ibnu Majah no. 3459 dan Ahmad (2/305, 446 dan 478) dan sanad hadits ini kuat.

[4] HR. Muslim no. 1984 dikitab Al-Asyribah, Bab Tahrim at-Tadaawi bi al-Khamr

[5] HR. Abu Dawud no. 3873 dikitab Ath-Thib, Bab  Bab Fil Adwiyati aI-Makruhah pula oleh At-Tirmidzi no. 2047 dari hadits Thariq bin Suwaid dan sanad hadits ini hasan. At-Tirmidzi berkata. “Hasan shahih.“ Dishahihkan pula oleh lbnu Hibban no. 1377

[6] Penulis Rahimhullah  telah keliru tatkala menyandarkan hadits ini kepada Muslim dengan lafazh tersebut, padahal lafazh itu tidak terdapat padanya. Lafazh tersebut diriwayatkan oleh  Ahmad dalam AI-Musnad (4/31 1) dan Ibnu Majah no. 3500.

[7] HR. Art-Nasa'i (7/210) di kitab Ash-Shaid. Bab ad-Dhifda'. Diriwayatkan pula oleh Ahmad (3/453 dan 499) dari hadits Abdurrahman bin Utsman,  dan sanad hadits ini shahih. 


Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Minggu, 10 Desember 2017

PETUNJUK NABI ﷺ
DALAM TERAPI DENGAN MEMINUM MADU, BEKAM, DAN KAY(PENGOBATAN DENGAN BESI PANAS)  BAG.  1

Dalam Shahih AI-Bukhari diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
“Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga cara: Dengan meminum madu, dengan pembekaman, dengan besi panas, dan aku melarang umatku (menggunakan) pengobatan dengan besi panas."¹

Abu Abdillah Al-Mazari menandaskan, “Penyakit karena penyumbatan ada beberapa jenis: Jenis yang menyerang darah, jenis kuning, jenis yang menyerang tenggorokan dan jenis hitam. Jenis yang menyerang darah, caranya adalah dengan mengeluarkan darah yang tersumbat. Bila temasuk ketiga jenis lainnya, caranya adalah dengan mengonsumsi obat pencahar yang berkhasiat untuk mengatasi setiap sumbatan yang komplikasi sekalipun. Dengan menyebut madu, seolah-olah Nabi ﷺ hendak mengisyaratkannya sebagai obat pencahar. Sedangan bekam sebagai proses mengeluarkan darah kotor. Sebagian kalangan ulama menyebutkan bahwa proses pengeluaran darah kotor termasuk dalam sabda beliau 'pembekaman'. Kalau semua cara tersebut tidak menemui hasil, maka metode pamungkasnya adalah kayy (pengobatan dengan besi panas). Nabi menyebut kayy sebagai metode pengobatan, karena pengobatan itu digunakan ketika kuatnya penyakit mengalahkan kekuatan obat-obat tersebut, sehingga obat yang diminum tidak lagi bermanfaat.

Sementara arti sabda Nabi ﷺ , “Aku melarang umatku (menggunakan) pengobatan dengan besi panas,” dan dalam hadits lain, “Aku tidak suka melakukan pengobatan dengan besi panas,² merupakan suatu isyarat bahwa pengobatan besi panas hanya menjadi cara terakhir saja, yakni bila sudah sangat terpaksa. Pengobatan dengan besi panas tidak boleh tergesa-gesa dilakukan, karena penyakit yang akan diatasi dengan besi panas terkadang justru lebih ringan rasa sakitnya dibandingkan dengan sakit karena besi panas itu sendiri.”
______
¹ HR. Al-Bukhari (10/116) dalam Ath-Thib,  Bab as Syifaa fi tsalas.
² HR. Al-Bukhari (10/130) dalam Ath-Thib, Bab Man iktawa au kawa ghairahu. Diriwayatkan oleh Muslim no.  2205, Bab likulli da'in dawa'u, dari hadits Jabir bin Abdullah.

Dikutip dari :
Al-Jauziyah,  Ibnu Qayyim
Zadul Ma'ad Jilid 2 : bekal perjalanan akhirat / Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ; tahqiq,  Syu'aib Al-Arna'uth,  Abdul Qadir Al-Arna'uth ; penerjemah,  Amiruddin Djalil ; muraja'ah,  tim Griya Ilmu; editor,  tim Griya Ilmu.  -- Jakarta : Griya Ilmu
Judul Asli : Zadul Ma'ad : fi hadyi khairil 'ibad.

Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Kamis, 30 November 2017

Syirik dalam Kehendak dan Niat

Syirik dalam kehendak dan niat diumpamakan dengan lautan yang tak bertepi.  Sedikit sekali yang selamat darinya. Barang siapa yang dengan amalnya menghendaki selain wajah Allah, atau meniatkan sesuatu selain dari mendekatkan diri kepada-Nya dan mencari ganjaran-Nya, maka dia telah berbuat syirik dalam niat dan kehendak.

Yang dimaksud keikhlasan adalah berbuat ikhlas kepada Allah dalam ucapan, perbuatan, kehendak, dan niat. Inilah al-hanifiyah, , yang merupakan millah (agama) Ibrahim, yang Allah perimahkan kepada seluruh hamba-Nya. Allah tidak akan menerima dari seorang pun selain keikhlasan tersebut. Itulah hakikat Islam.

(وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ)
(QS. Ali ‘Imran: 85)

Itulah millah Ibrahim, yang barang siapa berpaling darinya benmj dia termasuk orang yang paling bodoh.

_Sumber :_
Ad-Daa‘ wa addawaa‘ : macam-macam penyakit hati yang memhahayakan dan resep pengobatannya / Imam Ibnu Qayyim AI-Jauziyyah ; penerjemah, Adni Kurniawan ; Editor, tim Pustaka Imam Asy-Syafi’i. -- Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2009


Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :

https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Rabu, 29 November 2017

PASAL PETUNJUK NABI  ﷺ TENTANG WAKTU-WAKTU BEKAM Bag. 3

Semua hadits terdahulu mengandung anjuran untuk berobat dan anjuran untuk melakukan bekam. Namun semua itu dilakukan pada saat dibutuhkan saja. Orang yang sedang berihram juga boleh melakukan bekam. Kalau pembekaman itu mengharuskan sebagian rambut dicukur, juga tidak apa-apa. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa bila sampai mencukur sebagian rambut harus membayar fidyah, itu perlu ditinjau kembali. Tidak tepat bila dikatakan wajib membayar fidyah bila orang berpuasa melakukan bekam. Karena, dalam Shahih AI-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ juga pernah melakukan bekam pada saat puasag (83). Namun, apakah dengan demikian puasanya batal atau tidak? ltu masalah lain. Yang benar, bahwa puasanya tetap batal karena bekam. Di situ ada riwayat shahih dari Rasulullah ﷺ, dan tidak ada dalil yang membantahnya. Dan, hadits paling shahih yang membantahnya adalah hadits hijamah beliau ketika beliau sedang berpuasa.

Namun, itu tidak menunjukkan bahwa puasa beliau tidak batal, kecuali bila memenuhi empat hal: Pertama, bahwa puasa yang beliau lakukan adalah puasa wajib. Kedua, beliau dalam keadaan mukim. Ketiga, saat beliau tidak dalam keadaan sakit yang membutuhkan bekam. Keempat, bahwa riwayat ini terjadi setelah riwayat, “Orang yang membekam dan dibekam samavsama batal puasanya. "(84)  Kalau keempat hal ini terpenuhi, perbuatan Rasulullah itu bisa dijadikan dalil bahwa puasa itu tidak batal karena bekam. Kalau tidak terpenuhi, bisa saja puasa yang beliau lakukan adalah puasa sunnah sehingga bisa dibatalkan karena bekam dan sejenisnya. Atau bisa juga puasa Ramadhan, tetapi saat bepergian. Atau bisa juga pada bulan Ramadhan saat beliau mukim, tetapi beliau melakukan bekam itu dalam keadaan terpaksa, seperti sakit yang mengharuskan beliau berbuka. Atau bisa juga dilakukan di bulan Ramadhan dan tanpa kebutuhan mendesak, namun hukum bekam di sini dijadikan sebagai hukum asal.

Lalu, sabda Nabi , “Orang yang membekam dan orang yang dibekam sama-sama batal puasanya,” adalah hukum yang datang belakangan. Sehingga akhirnya itulah yang dijadikan standar hukumnya. Namun, sayang keempat hal tersebut tidak terjadi satu pun, apalagi keempat-empatnya!

Hadits tersebut juga mengandung konsekuensi dibolehkannya membayar upah seorang dokter dan tenaga medis lainnya tanpa terlebih dahulu melakukan transaksi pengupahan. Bisa diberikan upah selayaknya sesuai dengan kapasitasnya atau dengan harga yang disepakatinya.

Hadits ini juga mengandung hukum dibolehkannya bekerja dengan profesi sebagai tukang bekam. Meskipun orang yang merdeka tidak layak mengambil upah dari pekerjaan itu, tetapi hukumnya tidak haram. Karena, Nabi ﷺ memberikan upah kepada tukang bekam, dan tidak melarang tukang bekam itu untuk mengambil upah tersebut. Kalau dikatakan bahwa upah itu adalah “uang kotor", tak ubahnya dengan sabda beliau yang menyatakan bawang merah dan bawang putih sebagai barang kotor, namun keduanya tidak menjadi haram karena sabda tersebut.

Hadits itu juga menunjukkan bahwa seorang tuan boleh mengambil bayaran dari budaknya atas sesuatu yang ditentukan setiap hari sesuai dengan kemampuannya. Dan, budak tersebut berhak menggunakan kelebihan dari yang ia bayarkan itu. Seandainya ia dilarang menggunakannya, berarti seluruh penghasilannya menjadi milik tuannya, sehingga penentuan itu tidak ada gunanya. Padahal, apa yang melebihi upahnya secara otomatis menjadi miliknya yang dapat ia gunakan sekehendak hatinya. Wallahu a'lam

__________
(83) HR Al-Bukhari no. 455 dalam Ash-Shiyam, Bab al Hijamah wal Qay li as sha 'im, dari hadits Abdullah bin Abbas رضي الله عنه

(84)Diriwayatkan dari hadits Syaddad bin Aus oleh Asy-Syafi'i (1/257), Abu Dawud no. 2369, Ad-Darimi (2/14), Abdurrazzaq (7520), Ibnu Majah no 1681, AI-Hakim (1/428) Ath-Thahawi (hal. 349), dan Al-Baihaqi (4/265) dan sanadnya hadits ini shahih Hadits inii dishahihkan oleh beberapa imam. Pada bab ini terdapat hadits dari Rafi' bin Khudaij yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq no. 7523, At-Tirmidzi no. 774. aI-Baihaqi (4/265), dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban no. 902, AI-Hakim (1/428), Ibnu Khuzaimah no 1964. Sedang hadits yang diriwayatkan dari Tsauban diriwayatkan oleh Abu Dawud no, 2367, Ibnu Majah no 1680, Ad-Darimi (2/14-15). Ath-Thahawi hal 349, Ibnu Al-Jarud hal 198, Abdurrazzaq no 7522. hadits ini' dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah no 1962 dan 1963, Ibnu Hibban no 899, Al-Hakim (1/427), AI-Bukhari, Ali bin AI-Madini dari An-Nawawi.  Akan tetapi telah shahih dan Nabi ﷺ bahwa hadits ini dimansukh Lihat AI-Fath no 455. Nashbu Ar-Rayah (2/472 dan 173), dan Talkhish Al-Hablir (2/ 191-194)

Sumber :
Al-Jauziyah,  Ibnu Qayyim
Zadul Ma'ad Jilid 2 : bekal perjalanan akhirat / Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ; tahqiq,  Syu'aib Al-Arna'uth,  Abdul Qadir Al-Arna'uth ; penerjemah,  Amiruddin Djalil ; muraja'ah,  tim Griya Ilmu; editor,  tim Griya Ilmu.  -- Jakarta : Griya Ilmu

Judul Asli : Zadul Ma'ad : fi hadyi khairil 'ibad.

Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Selasa, 21 November 2017

PASAL PETUNJUK NABI TENTANG WAKTU-WAKTU BEKAM Bag 1

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Jami'nya dari hadits lbnu Abbas secara marfu'

“Sesungguhnya waktu terbaik kalian melakukan bekam adalah pada tanggal 17, 19, dan 21.”(76)

Dalam hal yang sama juga diriwayatkan dari Anas, *“Rasulullah biasa melakukan pembekaman pada pelipis dan pundaknya. Beliau biasa melakukannya pada tanggal 17, 19 atau 21.”(77)

Dalam Sunan Ibnu Majah dari Anas diriwayatkan secara marfu’:

“Barangsiapa ingin melakukan pembekaman, hendaknya memilih hari ke-17, 19, atau 21. Jangan sampai mengalami ketidakstabilan darah, karena itu bisa mematikan.”(78)

Sementara dalam Sunan Abu Daud, dari hadits Abu Hurairah disebutkan secara marfu', bahwa Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa melakukan bekam pada tanggal 1 7, 19 atau 21, maka itu menjadi obat segala pen yaklt. ”(79)

Yakni setiap penyakit yang disebabkan oleh kelebihan darah.

Hadits-hadits ini amat relevan dengan konsensus para ahli medis yang menyatakan bahwa proses pembekaman pada paruh kedua dan hari-hari berikutnya dari kwartal ketiga setiap bulannya lebih baik daripada yang dilakukan pada awal atau akhir bulan. Namun, bila pembekaman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tubuh, tetap saja akan berguna, meski dilakukan di awal atau akhir bulan.

Al-Khallal menandaskan: lshmah bin lsham menceritakan: Hambal telah menceritakan sebuah riwayat kepada kami. la berkata: Abu Abdillah, Ahmad bin Hambal biasa melakukan bekam kapanpun terjadi ketidakstabilan pada aliran darahnya. Beliau melakukannya juga pada saat kapan pun bila dibutuhkan.

Penulis Al-Qanun menjelaskan, “Waktu pembekaman (yang terbaik dilakukan pada siang hari yakni jam dua hingga jam tiga. Dan, ditentukan

waktunya seusai mandi, kecuali bagi orang yang berdarah beku, ia harus mandi air hangat terlebih dahulu, hingga tubuhnya menghangat, baru dilakukan pembekaman."

Kami tidak menyukai pembekaman pada saat perut kenyang, karena bisa mengakibatkan timbulnya penyumbatan darah atau berbagai penyakit parah lainnya, terutama bila makanan yang disantap terlalu berat dan tidak sehat.

Dalam sebuah atsar disebutkan:

*"Pembekaman yang dilakukan saat haus, bisa membantu proses penyembuhan. Sementara bila dilakukan saat kenyang, bisa menimbulkan penyakit. Bila dilakukan pada tanggal 17, itu juga membantu penyembuhan."*

Pemilihan waktu-waktu tersebut untuk melakukan pembekaman hanyalah dilakukan sebagai tindakan preventif dan berjaga-laga saja, demi menjaga kesehatan dan menghindarkan bahaya. Adapun dalam soal terapi, kapan saja dibutuhkan, pembekaman bisa saja dilakukan.

Arti ucapan dalam riwayat di atas, “... jangan sampai menimbulkan ketidakstabilan darah, karena itu bisa mematikan, " merupakan indikasi ke arah tindakan preventif tersebut. Yakni ungkapan agar darah itu tidak bergejolak. Arti darah yang tidak stabil yakni aliran darah yang bergejolak. Namun sebagaimana diriwayatkan, Imam Ahmad justru melakukan nembekaman setiap bulannya, ketika beliau membutuhkannya.

________

76. HR. At-Tirmidzi no. 2054 dan sanad hadits ini dhaif, terdapat perawi bernama Abbad bin Manshur , dan telah disebutkan sebelumnya pada hal. 49 (kitab asli).

77. HR. At-Tirmidzi no. 2051 dalam Ath-Thib. Bab Maa Jaa m Hijamah. Para perawinya tsiqah. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan gharib."

78. HR Ibnu Majah no. 3486, dalam sanadnya terdapat An-Nahhas bln Qahmin dan ia seorang perawi dhaif, akan tetapi hadits ini dikuatkan “dengan hadits Abu Hurairah yang akan diielaskan oleh penulis setelah ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3861 dan juga dari jalannya AI-Balhaql (9/340) sanadnya hasan sedangkan hadits Ibnu Abbas telah disebutkan sebelumnya.

79. HR Abu Dawud no 3861 dan sanadnya hasan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.

80. HR. Al-Hakim (4/409) dan Al-Baihaqi (9/340) dan dalam sanadnya terdapat Sulaiman bin Arqam. Ia adalah seorang perawi yang matruk.

Sumber :
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim
Zadul Ma'ad Jilid 2 : bekal perjalanan akhirat / Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ; tahqiq, Syu'aib Al-Arna'uth, Abdul Qadir Al-Arna'uth ; penerjemah, Amiruddin Djalil ; muraja'ah, tim Griya Ilmu; editor, tim Griya Ilmu. -- Jakarta : Griya Ilmu

Judul Asli : Zadul Ma'ad : fi hadyi khairil 'ibad.

Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC
PASAL PETUNJUK NABI TENTANG WAKTU-WAKTU BEKAM Bag. 2

Sedangkan hari yang dipilih dalam satu minggu, disebutkan oleh Al-Khallal dalam AI-Jami’, “Harb bin Ismail menceritakan sebuah riwayat kepada kami. la berkata: Aku pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Apakah ada hari di mana pembekaman tidak disukai (makruh) dilakukan?” Beliau menjawab, “Ada riwayat mengenai hal itu, yakni pada hari Rabu dan Sabtu.” Riwayat yang sama disebutkan dari Al-Husain bin Hissan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Abdillah tentang bekam, “Kapan bekam tidak disukai?” Beliau menjawab, “Hari Sabtu dan hari Rabu. Ada juga yang mengatakan hari Jumat.”

Al-Khallal meriwayatkan dari Abu Salamah dan Abu Said Al-Maqburi, dari Abu Hurairah secara marfu':

Barangsiapa yang melakukan bekam pada hari Rabu atau hari Sabtu, kemudian ia terserang penyakit panu atau kusta, hendaknya ia menyalahkan dirinya sendiri. ”(80)

Al-Khallal juga meriwayatkan: Muhammad bin bin Ja'far mengabarkan bahwa Ya'qub bin Bakhtaan menceritakan sebuah riwayat kepada mereka. la berkata: Imam Ahmad pemah ditanya tentang ber. kapur dan berbekam pada hari Sabtu dan Rabu. Imam Ahmad meng… anggapnya makruh. Beliau berkata, “Aku pernah mendengar seseorang melakukan bekam dan sejenisnya pada hari Rabu, lalu ia terserang kusta.“ Aku bertanya kepada beliau, “Apakah karena ia meremehkan hadits tersebut?" Beliau menjawab. “Ya."

Dalam kitab Al Afrad diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari hadits Nafi bahwa ia menceritakan : Abdullah bin Umar pernah bercerita kepadaku, "Darahku bergejolak, tolong panggilkan seorang tukang bekam. Tetapi jangan anak kecil atau orang yang sudah tua renta, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:

"Bekam itu bisa menambah daya tahan tubuh, bisa menambah kemampuan berpikir. Lakukanlah bekam dengan menyebut nama Allah. Namun jangan kalian lakukan pada hari Kamis, Jumat, Sabtu dan Ahad. Lakukanlah pada hari Senin. Lepra dan kusta hanya turun pada hari Rabu. ”

Ad-Daruqutni berkata: Ziyad bin Yahya (81) menyendiri dalam meriwayatkan hadits tersebut, dan Ayyub telah meriwayatkannya dari Nafi”. Dalam riwayat ini beliau bersabda, “Berbekamlah kalian pada hari Senin dan Selasa. Janganlah kalian berbekam pada hari Rabu. "

Sementara Abu Daud juga meriwayatkan dalam Sunan-nya dari hadits Abu Bakrah bahwa beliau tidak suka melakukan bekam pada hari Selasa. Beliau mengatakan, “Rasulullah pernah bersabda, 'Hari Selasa adalah hari berdarah. Ada satu waktu di hari itu di mana darah tidak bisa berhenti mengalir. (82)

____________

80. HR. AI-Hakim (4/409) dan AI-Baihaqi (9/340) dan dalam sanadnya terdapat Sulaiman Arqam. la adalah seorang perawi yang matruk.
81. ‎HR Ibnu Majah no 3487 dan 3488, dan Al Hakim (4/409) dengan sanad sanad yang dha'if. Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath, "Al Khallal menukil dan Imam Ahmad bahwasanya ia menyukai berbekam pada hari-hari tersebut, walaupun hadits ini tidat tsabit.
82. ‎HR_Abu Dawud no. 3862. Didalam sanadnya ada rawi yang majhul


Sumber :
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim
Zadul Ma'ad Jilid 2 : bekal perjalanan akhirat / Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ; tahqiq, Syu'aib Al-Arna'uth, Abdul Qadir Al-Arna'uth ; penerjemah, Amiruddin Djalil ; muraja'ah, tim Griya Ilmu; editor, tim Griya Ilmu. -- Jakarta : Griya Ilmu

Judul Asli : Zadul Ma'ad : fi hadyi khairil 'ibad.

Channel Telegram :
https://t.me/sakinahdengansunnah
Grup Wa Sakinah dengan Sunnah :
https://chat.whatsapp.com/5NN5aztXsr8FfeXp4JCsqC

Doa untuk hasil terbaik

Short Video : Doa untuk hasil terbaik;

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Pages

Popular Posts